2 Dimensi wahyu yang luhur

2

Dimensi wahyu yang luhur

Untuk menjelaskan posisi risalah umat Islam yang universal dan keistimewaan yang mereka miliki di antara manusia, Allah SWT berfirman:

Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. [Ikutlah] agama orang tuamu Ibrahim. Dia [Allah] telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu, dan [begitu pula] dalam [Al-Qur’an] ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah shalat, tunaikanlah Zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. (QS. Al-Hajj: 78)

Dan demikian [pula] Kami telah menjadikan kamu [umat Islam], umat yang adil dan pilihan [ummah wasath] agar kamu menjadi saksi atas [perbuatan] manusia dan agar Rasul [Muhammad] menjadi saksi atas [perbuatan] kamu. (QS. Al-Baqarah: 143)

Kita menyaksikan bahwa persaksian umat Islam atas manusia mengalami kemajuan pada beberapa nas, tetapi mengalami kemunduran di nas lain. Apakah maju atau mundur, yang saya maksudkan adalah apa yang secara ringkas saya katakan dalam salah satu karangan saya, “Sesungguhnya Allah SWT mendidik Muhammad saw agar Ia mendidik bangsa Arab dengannya, dan mendidik bangsa Arab dengan Muhammad saw agar Ia mendidik manusia semuanya dengan mereka.”

Tidak diragukan lagi bahwa Muhammad saw menjalankan apa-apa yang diperintahkan Allah SWT dan dia telah membangun dar bangsa Arab yang sebelumnya terasing dari peradaban dunia, suatu umat yang berperadaban yang tak ada tandingannya di bidang pengetahuan, kesucian akhlak, dan keluhuran peradaban. Dan sesungguhnya umat yang di bentuk Muhammad saw ini   pada awal kehadirannya   mampu menyinari belahan dunia timur dan barat, dan mampu mengembalikan kemajuan kehidupan dunia bagi kebanyakan manusia yang sebelumnya terjerumus dalam lembah kebodohan dan penghambaan. Kita menyaksikan hal itu setelah berjalan lebih dari 10 abad dari keRasulan Muhammad saw. Kita sebelumnya tidak memiliki kekuatan apa-apa, tetapi kemudian kita menjadi umat yang di kenang. Apakah dunia menyaksikan apa yang kita saksikan terhadap Muhammad saw? Atau dengan ungkapan lain: Apakah kita mampu menyampaikan sesuatu perkataan kepada manusia seperti apa yang di sampaikan Nabi Muhammad saw kepada kita, lalu kita menukil wahyu untuk mereka seperti yang kita nukil dari Nabi Muhammad saw ?

Sesungguhnya orang-orang terdahulu dari kita (kaum salaf) telah mampu menyampaikan apa yang menjadi kewajiban menyampaikan (tabligh), mengajarkan, dan mendidik, lalu membangun etika Islam (akhlak). Tetapi kemudian mereka (umat itu) menyibukkan diri dengan urusan mereka sendiri dan lupa bahwa mereka adalah para pembawa saksi atas manusia. Kelalaian ini sapat di sebut sebagai kabut pekat yang menyelimuti hari-hari umat ini. Perlu di ketahui bahwa umat Islam sekarang berjumlah sekitar 1/5 atau ¼ dari penduduk dunia. Dan sebagian besar para penduduk di benua-benua yang ada tidak mengetahui tentang risalah kebenaran, atau mengetahui tentang risalah kebenaran tersebut tetapi tidak mengetahui bagaimana cara untuk mengikutinya.

Umat Islam   khususnya bangsa Arab   memiliki tanggung jawab di hadapan Allah SWT tentang ketidak tahuan ini. Saya pernah membayangkan bagaimana umat manusia dari Australia dan Amerika misalnya, ketika di giring kehadapan Allah SWT pada hari kiamat seraya di tanyakan kepada mereka, “Mengapa kalian tidak mengetahui tentang diri-Ku dengan pengetahuan yang benar dan belajar beramal saleh serta mempersiapkan diri untuk pertemuan ini?” Mereka akan menjawab kepada Allah SWT, “Sesungguhnya umat Arab yang mewarisi agama-Mu telah menahan cahayanya dan memadamkan sinarnya. Mereka meninggalkan kami dan diri mereka sendiri berada dalam kesesatan.”

Saya tinggalkan pembahasan tentang kekerdilan dakwa dan kelalaian dalam persiapan, menuju pembahasan lain yang sangat mengkhawatirkan saya, yaitu bahwa peradaban Islam kita telah diselimuti oleh luasnya tipu muslihat yang didapat dalam banyak fenomena, seperti persoalan hadis gharaniq yang banyak menghabiskan tenaga tanpa ada tindakan-tindakan produktif. Namun alhamdulillah, Al-Qur’an al-Karim tetap terpelihara dan tidak di rasuki oleh kebatilan sejak awal sampai akhir; dan sesungguhnya sunnah Nabi saw telah di ketahui oleh para hafiz (para penghafal) dan fukaha (ahli agama), dan ia merupakan tradisi yang benar yang tidak memiliki tandingan dalam lintasan sejarah.

Ketika kita menjelaskan Islam kepada manusia, kita terbantu untuk menyebarkan prinsip-prinsipnya oleh dua hal pokok:

Pertama, persaksian fitra (watak alami dasar manusia —-pen.) yang diambil oleh Allah SWT atas manusia dari tulang sulbi anak-anak Adam as. Kita menyaksikan kebenaran fitrah ini, berpegang pada kebenarannya, dan menolak penyimpangannya. Perhatikan firman Allah SWT:

Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. [Itulah] agama yang lurus. (QS. Ar-Rum:30)

Penghargaan kita terhadap akal pikiran yang lurus dan logika yang meyakinkan adalah suatu hal yang pasti, dan musuh kita dalam kehidupan ini adalah taklid bodoh dan fanatik buta. Argumentasi kita yang kokoh adalah firman Allah SWT:

Katakanlah, “Unjukkanlah hujah kalian.” (QS. Al-Anbiya’: 24)

Dalam setiap polemik di mana Argumentasi saling berbantah-bantahan, Islam senantiasa keluar sebagai pemenang. Karenanya, kita tidak perlu merasa resah.

Kedua, anjuran kepada manusia agar memperhatikan diri sendiri dan lingkungan di sekitarnya, seperti dalam firman Allah SWT berikut ini:

Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? (QS. Al-A’raf: 185)

Dalam pengetahuan tentang alam semesta dan tentang manusia terdapat ribuan petunjuk untuk mengetahui kebenaran Allah SWT Dan semua kemajuan Ilmu pengetahuan merupakan penguat risalah kita apa pun lingkungan tempat pengetahuan itu muncul. Perhatikan firman Allah SWT :

Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda [kekuasaan] Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup [bagi kamu] bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu? (QS. Fushshilat: 53)

Tinggalkan komentar